Jumat, 13 Desember 2013

Produktivitas Hasil Wakaf Produktif Untuk Kembangkan UMKM Muslim


Karena wakaf produktif mempunyai orientasi kedepan dengan tujuan kemaslahatan umat dalam mewujudkan maqasid syariah, dalam hal ini pemanfaatkan hasil wakaf produktif secara terus menerus . Penggunaan hasil wakaf produktif tidak hanya untuk suatu kepentingan tertentu, melainkan juga harus dikembangkan untuk kepentingan dan kesejahteraan umat. Sebagai sarana untuk menunjang kesejahteraan umat, hasil dari wakaf produktif tidak hanya untuk keperluan konsumtif atau investasi yang hasilnya tetap untuk hal-hal yang bersifat konsumtif.
Hasil dari wakaf produktif dapat terus dikembangbiakkan secara kolektif untuk sesuatu yang bersifat produktif lagi, tidak hanya produktif secara materi melainkan juga produktif secara skill dari sumber daya manusianya. Untuk pembinaan wirausaha misalnya, dari hasil wakaf produktif tersebut dapat digunakan sebagai sumber modal dalam pembentukan UMKM muslim. Keberadaan UMKM muslim ini tentunya akan lebih menigkatkat kesejahretaan umat dari segala aspek, dari segi relegius, ukhuwah islamiyah dan skill kewirausahaan.
Seperti yang diketahui UMKM dapat menyerap tenaga kerja, hal ini berarti, akan banyak rakyat yang miskin yang akan memperoleh lapangan pekerjaan untuk menunjang perekonomiannya. Dengan terserapnya tenaga kerja dari kalangan orang muslim miskin, maka akan meningkatkan pendapatan mereka sehingga kemandirian akan terwujud.
Dalam mengembangkan hasil dari wakaf produktif menjadi suatu jenis usaha yang mandiri tentulah banyak membutuhkan persiapan yang matang. Dalam hal ini dibutuhkan peran nadzir wakaf yang profesional dan kompeten, bila perlu nadzir wakaf produktif bukanlah perorangan, melainkan sebuah lembaga yang memiliki sumber daya yang profesional dan mumpuni dalam pengelolaan keuangan. Fungsi lembaga nazdir disini menyerupai fungsi perbankan dalam hal penyaluran dana dari para muwakif. Para nadzir harus bisa memilih para calon penerima hasil dari wakaf produktif yang kemudian bisa dikembangkan untuk usaha UMKM mandiri. Analisis 5C dalam perbankan juga harus diterapkan. Setelah UMKM terbentuk, adanya pengawasan dan pembinaan terhadap UMKM, mulai dari pendirian, perekrutan pekerja sampai benar-benar UMKM tersebut dapat tumbuh dan berkembang.
UMKM yang telah tumbuh dan berkembang terus disupport dan dibina sehingga hasil dari UMKM tersebut dapat dijadikan modal tambahan pengembangan. Tetapi disini harus disisihkan bebarapa persen dari keuntungan usaha UMKM untuk dikumpulkan dan menjadi modal baru UMKM. Pembentukan UMKM mandiri baru dari hasil UMKM yang telah ada, bagitu seterusnya sehingga akan banyak UMKM mandiri yang terbentuk dari hasil wakaf produktif.

Untuk terus memproduktivitaskan hasil dari wakaf produktif diperlukan kerjasama dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pengurusan wakaf produktif, antara lain :
1.      Lembaga nadzir yang profesional dan mumpuni dalam pengelolaan dan pengembangan dari hasil wakaf produktif, disini peran nadzir sangat menentukan apakah hasil wakaf produktif tersebut dikembangkan atau hanya untuk konsumtif.
2.      BWI sebagai lembaga perwakafan tertinggi di Indonesia harus bisa berfungsi sebagai pengawas terhadap pengelolaan hasil wakaf produktif yang dilakukan oleh para nadzir. Disini fungsi BWI seperti BI dalam mengawasi perbankan. Dan BWI harus membuat semacam panduan dan pedoman dalam pengelolaan dari wakaf produktif, mungkin juga bisa dibentuk sebuah produk penyaluran dana dari hasil wakaf produktif untuk pos-pos pengembangan usaha dan UMKM.
3.      Pemerintah harus mengeluarkan UU yang mengatur pengelolaan wakaf produktif secara spesifik lagi dan jelas, sehingga ketika ada pelanggaran dalam wakaf produktif dapat ditindak secara hukum.
4.      Sumber daya umat muslim juga harus berbudaya produktif, sehingga ketika ada nadzir yang akan menyalurkan dana dari hasil wakaf produktif, si nadzir tidak harus terlalu repot melakukan pembinaan ketika budaya umat muslim sudah produktif.