Karena wakaf
produktif mempunyai orientasi kedepan dengan tujuan kemaslahatan umat dalam
mewujudkan maqasid syariah, dalam hal ini pemanfaatkan hasil wakaf produktif
secara terus menerus . Penggunaan hasil wakaf produktif tidak hanya untuk suatu
kepentingan tertentu, melainkan juga harus dikembangkan untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat. Sebagai sarana untuk menunjang kesejahteraan umat, hasil
dari wakaf produktif tidak hanya untuk keperluan konsumtif atau investasi yang
hasilnya tetap untuk hal-hal yang bersifat konsumtif.
Hasil dari
wakaf produktif dapat terus dikembangbiakkan secara kolektif untuk sesuatu yang
bersifat produktif lagi, tidak hanya produktif secara materi melainkan juga
produktif secara skill dari sumber daya manusianya. Untuk pembinaan wirausaha
misalnya, dari hasil wakaf produktif tersebut dapat digunakan sebagai sumber
modal dalam pembentukan UMKM muslim. Keberadaan UMKM muslim ini tentunya akan
lebih menigkatkat kesejahretaan umat dari segala aspek, dari segi relegius,
ukhuwah islamiyah dan skill kewirausahaan.
Seperti yang
diketahui UMKM dapat menyerap tenaga kerja, hal ini berarti, akan banyak rakyat
yang miskin yang akan memperoleh lapangan pekerjaan untuk menunjang
perekonomiannya. Dengan terserapnya tenaga kerja dari kalangan orang muslim
miskin, maka akan meningkatkan pendapatan mereka sehingga kemandirian akan
terwujud.
Dalam
mengembangkan hasil dari wakaf produktif menjadi suatu jenis usaha yang mandiri
tentulah banyak membutuhkan persiapan yang matang. Dalam hal ini dibutuhkan
peran nadzir wakaf yang profesional dan kompeten, bila perlu nadzir wakaf
produktif bukanlah perorangan, melainkan sebuah lembaga yang memiliki sumber
daya yang profesional dan mumpuni dalam pengelolaan keuangan. Fungsi lembaga
nazdir disini menyerupai fungsi perbankan dalam hal penyaluran dana dari para
muwakif. Para nadzir harus bisa memilih para calon penerima hasil dari wakaf
produktif yang kemudian bisa dikembangkan untuk usaha UMKM mandiri. Analisis 5C
dalam perbankan juga harus diterapkan. Setelah UMKM terbentuk, adanya
pengawasan dan pembinaan terhadap UMKM, mulai dari pendirian, perekrutan
pekerja sampai benar-benar UMKM tersebut dapat tumbuh dan berkembang.
UMKM yang
telah tumbuh dan berkembang terus disupport dan dibina sehingga hasil dari UMKM
tersebut dapat dijadikan modal tambahan pengembangan. Tetapi disini harus
disisihkan bebarapa persen dari keuntungan usaha UMKM untuk dikumpulkan dan
menjadi modal baru UMKM. Pembentukan UMKM mandiri baru dari hasil UMKM yang
telah ada, bagitu seterusnya sehingga akan banyak UMKM mandiri yang terbentuk
dari hasil wakaf produktif.
Untuk terus
memproduktivitaskan hasil dari wakaf produktif diperlukan kerjasama dan
dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan dan pengurusan wakaf
produktif, antara lain :
1. Lembaga
nadzir yang profesional dan mumpuni dalam pengelolaan dan pengembangan dari
hasil wakaf produktif, disini peran nadzir sangat menentukan apakah hasil wakaf
produktif tersebut dikembangkan atau hanya untuk konsumtif.
2. BWI sebagai
lembaga perwakafan tertinggi di Indonesia harus bisa berfungsi sebagai pengawas
terhadap pengelolaan hasil wakaf produktif yang dilakukan oleh para nadzir.
Disini fungsi BWI seperti BI dalam mengawasi perbankan. Dan BWI harus membuat
semacam panduan dan pedoman dalam pengelolaan dari wakaf produktif, mungkin
juga bisa dibentuk sebuah produk penyaluran dana dari hasil wakaf produktif
untuk pos-pos pengembangan usaha dan UMKM.
3. Pemerintah
harus mengeluarkan UU yang mengatur pengelolaan wakaf produktif secara spesifik
lagi dan jelas, sehingga ketika ada pelanggaran dalam wakaf produktif dapat
ditindak secara hukum.
4. Sumber daya
umat muslim juga harus berbudaya produktif, sehingga ketika ada nadzir yang
akan menyalurkan dana dari hasil wakaf produktif, si nadzir tidak harus terlalu
repot melakukan pembinaan ketika budaya umat muslim sudah produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar